Monday, March 17, 2014

Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis)

I.         PROFIL KOMODITI 
A.    Sejarah Singkat
Tanaman kelapa sawit berasal dari Afrika barat, merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati yang mempunyai produktivitas lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1848. Saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang ditanam di Kebun Raya bogor (Botanical Garden) Bogor, dua berasal dari Bourbon (Mauritius) dan dua lainnya dari Hortus Botanicus, Amsterdam (Belanda). Awalnya tanaman kelapa sawit dibudidayakan sebagai tanaman hias, sedangkan pembudidayaan tanaman untuk tujuan komersial baru dimulai pada tahun 1911.
Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet (Belgia), kemudian budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha.

Buah Sawit

Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit maju pesat sampai ias menggeser dominasi ekspor Negara Afrika waktu itu. Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawitpun di Indonesia hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948 / 1949, pada hal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.
Pada tahun 1957, setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia, pemerintah mengambil alih perkebunan (dengan iasib politik dan keamanan). Untuk mengamankan jalannya produksi, pemerintah meletakkan perwira militer di setiap jenjang manejemen perkebunan. Pemerintah juga membentuk BUMIL (Buruh Militer) yang merupakan kerja sama antara buruh perkebunan dan militer. Perubahan manejemen dalam perkebunan dan kondisi social politik serta keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit menurun dan posisi Indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar tergeser oleh Malaysia.
Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan keja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan iasi penghasil devisa Negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai pada tahun 1980, luas lahan mencapai 294.560 Ha dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) sebesar 721.172 ton. Sejak itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan Pemerintah yang melaksanakan program Perusahaan Inti iasibutorbunan (PIR – BUN).
Luas areal tanaman kelapa sawit terus berkembang dengan pesat di Indonesia. Hal ini menunjukkan meningkatnya permintaan akan produk olahannya. Ekspor minyak sawit (CPO) Indonesia antara lain ke Belanda, India, Cina, Malaysia dan Jerman, sedangkan untuk produk minyak inti sawit (PKO) lebih banyak diekspor ke Belanda, Amerika Serikat dan Brasil.

Penelitian Untuk Buah Sawit

Sejarah Terbentuknya Pusat Penelitian Kelapa Sawit
Cikal bakal PPKS bernama APA (Algemeene Proefstation der AVROS/Algemene Vereniging voor Rubber Ondernemingen ter Oostkust van Sumatra) yang didirikan pada tanggal 26 September 1916. APA merupakan sebuah lembaga penelitian perkebunan pertama di Sumatera. Pada saat itu, fokus utama penelitian APA adalah komoditi karet, setelah semakin berkembang APA juga menangani penelitian teh dan kelapa sawit. Latar belakang pendirian APA adalah krisis yang melanda industri tembakau pada tahun-tahun sebelumnya. Krisis industri tembakau telah memberikan pelajaran berharga yaitu dibutuhkan suatu dukungan kuat dari penelitian dan pengembangan (research and development) untuk keberlanjutan dan kemajuan suatu komoditas pertanian.

Pusat Penelitian Kelapa Sawit Pertama di Indonesia

Sejalan dengan berkembangnya perkebunan kelapa sawit di Sumatra, sebuah perusahaan Belanda (Handle Veronigging Amsterdam / HVA) memiliki Balai Penelitian Sisal sendiri di Dolok Ilir yang secara diam-diam banyak melakukan penelitian kelapa sawit yang menghasilkan beberapa jenis unggul Psifera.Tidak mau kalah, Perkebunan Negara pada tahun 1963 membentuk Lembaga Penelitian Marihat untuk keperluan penelitian kelapa sawit dan pada beberapa tahun berikutnya berganti nama menjadi Puslitbun Marihat.

Lembaga penelitian APA berganti nama menjadi Balai Penyelidikan GAPPERSU atau Research Institute of The Sumatra Planters Association (RISPA) pada 1957. Status dan nama RISPA terus menerus berganti hingga pada 1987, kemudian berganti nama menjadi Pusat Penelitian Perkebunan (Puslitbun) Medan dan bertahan sampai terlaksananya penggabungan antara Puslitbun Marihat, Bandar Kuala, dan Medan pada 24 Desember 1992. Gabungan Puslitbun inilah akhirnya yang menjadi Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS).

B.    Klasifikasi dan Identifikasi
Divisi
:
Embryophyta Siphonagama
Kelas
:
Angiospermae
Ordo
:
Monocotyledonae
Famili
:
Arecaceae
Subfamili
:
Cocoideae
Genus
:
Elaeis
Species
:
E. guinenses Jacq
E. oleifera (H.B.K.) Cortes
E. Odora

C.    Manfaat Komoditi
Jika berbicara tentang komoditi kelapa sawit, banyak hal bermanfaat yang dihasilkan oleh komoditi yang satu ini. Kelapa sawit banyak memberikan manfaat baik dari sisi kegunaannya untuk menciptakan produk turunan, manfaat untuk kesehatan, sampai manfaat untuk perekonomian suatu iasi.
Di Indonesia sendiri kelapa sawit dapat dikatakan sebagai sebuah anugerah emas yang diberikan oleh Tuhan kepada iasi ini. Bagaimana tidak, kelapa sawit dapat menghasilkan pendapatan yang sangat besar bagi perekonomian Indonesia sevara keseluruhan.


1)     Bahan Makanan
Dari minyak sawit CPO dan PKO dapat digunakan sebagai bahan baku dari bahan makanan seperti mentega, minyak iasi atau minyak makan, berbagai jenis asam lemak nabati. Teknologi yang digunakan merubah minyak sawit menjadi bahan makanan adalah fractionating, hydrogenation, refining, bleaching dan deodozing. Selain sebagai bahan baku, minyak sawit juga digunakan sebagai bahan penolong (aditif) pembuatan cokelat, es krim, pakan ternak, vanaspati, berbagai jenis asam lemak dan makanan ringan lainnya.

Minyak Goreng

Mentega

2)     Kosmetik dan Obat
Dari minyak sawit dapat dihasilkan berbagai kosmetik dan obat-obatan seperti Cream, Shampo, Lotion, Pomade, Vitamin. Minyak sawit lebih mudah diabsorpsi kulit dibandingkan dengan minyak lainnya sehingga iasibu lebih efektif dalam penggunaannya. Minyak sawit mengandung vitamin E yang disebut sebagai tocopherol dan tocotrienol.

Bahan Dasar Shampoo Berasal Dari Kelapa Sawit
3)   Industri Berat dan Ringan
Minyak sawit juga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan oleochemical, baik oleokimia dasar maupun oleokimia turunan seperti glycerol, fatty acid, fatty alcohol, fatty amines, fatty ester, methyl etilene dan senyawa opoksi. Selanjutnya zat-zat ini digunakan sebagai bahan baku beberapa produk seperti cat, bahan pencetak, pasta gigi, farmasi dan obat-obatan, iasib, minyak diesel, kerosene dan gasoline. Juga dapat dihasilkan beberapa senyawa atau zat kimia antioksidan yang sangat dibutuhkan dalam membatasi pembelahan sel yang tidak sempurna dalam penyakit kanker.
Sebagai bahan penolong minyak sawit melalui proses tertentu dapat berfungsi sebagai :
a.       Lapisan pelindung
b.       Minyak pelumas
c.       Dempul
d.       Medium bahan peyamak kulit
e.       Tinta cetak
f.        Makanan hewan
g.       Perekat insektisida
h.       Plasticizer dan surfactant
i.        Senyawa buffering

Kosmetik Pun Berbahan Dasar Kelapa Sawit

4)   Manfaat Kelapa Sawit bagi Perekonomian
Industri kelapa sawit berpotensi menghasilkan perkembangan ekonomi dan iasi yang signifikan di Indonesia. Kelapa sawit merupakan produk pertanian paling sukses kedua di Indonesia setelah padi, dan merupakan ekspor pertanian terbesar. Industri ini menjadi sarana meraih nafkah dan perkembangan ekonomi bagi sejumlah besar masyarakat miskin di pedesaan Indonesia.
Industri kelapa sawit Indonesia diperkirakan akan terus berkembang pesat dalam jangka menengah tetapi daya saingnya akan terpukul oleh agenda antiminyak sawit. Pasar minyak sawit dunia mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa dasawarsa terakhir dengan produksi minyak sawit saat ini diperkirakan lebih dari 45 juta ton. Indonesia merupakan salah satu produsen dan eksportir minyak sawit terbesar di dunia, dengan produksi lebih dari 18 juta ton minyak sawit per tahun

Petani Kelapa Sawit

5)   Pertanian dan Kemiskinan di Daerah
Meskipun hanya menyumbang sekitar 14 persen pendapatan iasibu bruto, pertanian menyediakan lapangan kerja bagi lebih dari 41 persen penduduk Indonesia dan menjadi mata pencarian sekitar dua pertiga rumah tangga pedesaan. Industri kelapa sawit merupakan iasibutor yang signifikan bagi pendapatan masyarakat pedesaan di Indonesia.Pada 2008, lebih dari 41 persen perkebunan kelapa sawit dimiliki oleh petani kecil, menghasilkan 6,6 juta ton minyak sawit. Dengan lebih dari separuh penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan dan lebih dari 20 persen diantaranya hidup di bawah garis kemiskinan. Industri kelapa sawit menyediakan sarana pengentasan kemiskinan yang tidak terbandingi. Pembatasan konversi hutan untuk pertanian atau kelapa sawit menutup peluang peningkatan standar hidup dan manfaat ekonomi yang cukup prospektif bagi warga pedesaan, membenamkan mereka ke standar kehidupan yang kian rendah.

Perkebunan Kelapa Sawit di Riau


II.         POHON INDUSTRI



III.         REKOMENDASI PROSES PRODUKSI
Pencapaian peningkatan produksi tandan buah segar (TBS) dan crude palm oil (CPO) tidak terlepas dari kualitas tanaman kelapa sawit itu sendiri. Pada dasarnya tanaman kelapa sawit yang tumbuh dan berkembang di perkebunan indonesia pada saat ini merupakan hasil dari penyerbukan silang yang umumnya menghasilkan benih yang tidak seragam sifatnya dan sifat unggul yang dimilikinya tidak dapat dipertahankan. Sehingga seringkali ditemukan beberapa tanaman kelapa sawit yang tidak mampu mengimbangi produktivitas tanaman pendahulunya. Oleh karena itu, untuk meningkatkan produksi kelapa sawit dilakukan kegiatan perluasan areal, rehabilitasi kebun yang sudah ada, dan intensifikasi.
Namun upaya tersebut tidak akan terus menerus dapat dilakukan mengingat akan semakin terbatasnya ketersediaan lahan, sehingga perlu ada upaya perbaikan dalam hal inovasi dan teknologi yang tepat. Dibutuhkan teknologi yang berfokus pada teknik budidaya kelapa sawit yang mampu meningkatkan produktivitas.
Salah satu teknik budidaya yang kini sedang dilakukan yaitu teknik Tissue Culture atau yang lebih dikenal dengan nama kultur jaringan. Kultur jaringan adalah “alat” yang digunakan untuk membantu proses pemuliaan tanaman. Kultur jaringan kelapa sawit dilakukan untuk membantu pemuliaan tanaman kelapa sawit yang tidak dapat dilakukan secara konvensional.

Laboratorium Tissue Culture
Tanaman kelapa sawit hasil kultur jaringan pertama kali ditanam di Indonesia tahun 1989 di pertanaman komersial milik PT Perkebunan Nusantara. Pada awal perkembangannya, penanaman material hasil kultur jaringan banyak dilakukan di perkebunan milik negara, namun saat ini sudah banyak ditanam di perusahaan swasta dan perseorangan. Saat ini penanaman secara luas tersebut masih dilakukan dalam tahap kerjasama monitoring klon.
Kultur jaringan kelapa sawit diproyeksikan dapat menghasilkan perbanyakan benih tanaman kelapa sawit dalam waktu singkat, dengan tidak membutuhkan tempat yang luas, dan dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa mengenal musim.
Kultur jaringan kelapa sawit dilakukan untuk memperbanyak material elit (kelapa sawit terpilih) secara massal untuk kepentingan komersial pada umumnya dan untuk konservasi plasma nutfah kelapa sawit khususnya. Selain itu, kultur jaringan kelapa sawit pun dapat menghasilkan bibit dengan kualitas yang sama baik dengan induknya, dapat memanipulasi genetik, dan dapat menekan biaya pengangkutan bibit menjadi lebih murah. Hal tersebut dimungkinkan karena kultur jaringan adalah proses kloning dari bagian vegetatif tanaman dan mampu menghasilkan produksi yang sama baiknya dengan induk asalnya atau sumber ortetnya. Hasil kultur jaringan diharapkan akan 100% sama dengan induknya (true to type).

Cara Kultur Jaringan Berkembang

Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian di lapangan, tanaman kelapa sawit asal kultur jaringan mampu menghasilkan produksi Tandan Buah Segar (TBS) dan CPO (Crude Palm Oil) 20-30% lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kelapa sawit asal biji. Sedangkan dalam hal ketahanan akan serangan hama. Namun, penelitian mengenai material kelapa sawit yang memiliki ketahanan terhadap hama masih sangat sedikit. Penelitian yang banyak dilakukan adalah ketahanan kelapa sawit terhadap penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh Ganoderma boninense. “Jika sudah didapatkan material bahan tanaman yang tahan terhadap suatu penyakit, kultur jaringan adalah cara yang paling mungkin dilakukan untuk perbanyakan secara massal.
Dengan kemampuan kultur jaringan yang mampu meningkatkan produksi yang lebih tinggi (20-30%), dari segi ekonomi penggunaan material kultur jaringan lebih menguntungkan. Dengan asumsi abnormalitas klon yang ditanam berada pada level rendah (<10%). Namun, bila tingkat abnormalitas cukup tinggi, kondisi ini sulit tercapai. Akan tetapi abnormalitas klon berupa buah mantel ringan dapat pulih kembali menjadi buah normal, berangsur-angsur menurun jumlah abnormalnya dalam waktu 5 tahun. Solusi untuk menekan tingkat abnormalitas adalah dengan meminimalisir penggunaan bahan kimia (hormon) dan sub kultur berulang dalam jumlah besar saat proses kultur di laboratorium. Dengan luasan lahan yang sama, menggunakan material kultur jaringan lebih menguntungkan dibandingkan dengan penggunaan bahan tanam asal biji kelapa sawit.

Sawit Dalam Polybag

Jika melirik bisnis kelapa sawit hasil kultur jaringan, prospek yang cukup menjanjikan di masa yang akan datang. Hal ini berkaitan dengan persaingan bahan tanam kelapa sawit asal biji (kecambah) yang cukup besar di Indonesia. Saat ini sudah ada 10 produsen benih kelapa sawit di Indonesia yang dari tahun ketahun produksi kecambahnya semakin meningkat. Namun, hanya beberapa perusahaan saja yang sudah mengembangkan teknologi kultur jaringan. Selain itu, harga jual bibit kelapa sawit hasil kultur jaringan lebih tinggi dari kelapa sawit asal biji. “Sehingga benih kelapa sawit hasil kultur jaringan akan menjadi peluang bisnis yang cukup menarik”. Meskipun, investasi untuk pembangunan laboratorium dan sarana prasarana riset kultur jaringan membutuhkan biaya yang sangat besar.
Kedepannya dengan adanya inovasi kultur jaringan kelapa sawit ini, diharapkan dapat membantu pencapaian target TBS dan CPO yang tinggi. Diharapkan pekebun kelapa sawit dapat memetik manfaat yang besar dari material kelapa sawit hasil kultur jaringan. Selain itu, klon kelapa sawit diharapkan juga dapat digunakan sebagai bahan tanaman alternatif selain bahan tanaman asal biji yang sudah di kenal umum.

No comments:

Post a Comment